I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu upaya pengembangan usaha perikanan dalam mengantisipasi penurunan hasil tangkapan dari perairan umum adalah melakukan pengembangan usaha budidaya perikanan secara berkesinambungan. Usaha ini sangat diharapkan dapat lebih berperan serta dalam menyediakan bahan makanan yang berprotein dan bernilai gizi yang tinggi, peningkatan peluang kerja dan mendorong kesejahteraan masyarakat serta pendapatan negara melalui kegiatan ekspor komoditi perikanan.
Seiring dengan tujuan pengembangan budidaya tersebut, pengembangan usaha budidaya ikan patin merupakan salah satu sasaran khususnya di bidang pengembangan budidaya air tawar. Beberapa jenis ikan patin yang populer di kalangan masyarakat pembudidaya ikan maupun oleh balai-balai milik pemerintah diantaranya adalah ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus), merupakan ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis tinggi. Dewasa ini, ikan patin siam merupakan komoditas hasil perikanan air tawar yang mulai diminati oleh masyarakat terlebih di kalangan masyarakat pembudidaya ikan. Dalam perkembangannya, ikan patin siam berpeluang besar untuk dibudidayakan karena besarnya minat masyarakat tersebut. Ikan patin siam dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah dalam dunia perikanan, karena rasa dagingnya yang lezat dan gurih menyebabkan harga jualnya tinggi. Selain itu, ikan patin siam juga memiliki ukuran tubuh yang besar. Sehingga, telah banyak petani ikan yang membuka usaha budidaya ikan patin siam meskipun hanya dalam skala-skala tertentu.
Dalam budidaya ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) terdapat beberapa aspek kegiatan yang dilakukan, meliputi kegiatan pembenihan, pembesaran dan lain sebagainya. Namun, beberapa jenis kegiatan tersebut masih belum populer di kalangan masyarakat, karena umumnya masyarakat masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam dibandingkan dengan aspek budidaya ikan patin siam yang masih minim dalam bidang produksi benih hingga ukuran konsumsi. Khusus untuk kegiatan pembenihan, umumnya masih dilakukan di balai-balai benih milik pemerintah, misalnya kegiatan pembenihan secara intensif di Balai Budidaya Air Tawar Jambi (BBATJ) dan balai-balai lainnya. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Selain itu, benih yang tersedia untuk usaha budidaya sampai saat ini masih bersifat musiman, jumlahnya terbatas dan tidak tersedia secara berkesinambungan. Sehingga dengan keadaan demikian akan menimbulkan kesenjangan antara permintaan pasar akan benih ikan patin dengan hasil produksi yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya maupun oleh balai-balai milik pemerintah sendiri khususnya jenis ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus).
Dengan demikian, hal tersebut merupakan suatu permasalahan dalam budidaya ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) dan membutuhkan keseriusan serta solusi yang terbaik untuk pengembangan budidaya ikan patin siam secara intensif. Oleh karena itu, berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih tersebut dengan cara mengembangkan usaha pembenihan yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pembelajaran tentang teknik pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yakni di Balai Budidaya Air Tawar Jambi (BBATJ).
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa perlu dilakukan pembelajaran tentang teknik pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus). Maka, adapun tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah :
1. Untuk mengetahui teknik pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) dan berbagai aspek yang berhubungan dengan pembenihan ikan patin siam di Balai Budidaya Air Tawar Jambi (BBATJ).
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi (BBATJ).
3. Untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) dan memberikan solusi dari masalah tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus)
2.1.1 Taksonomi
Menurut Ditjenkan (2000) dalam Susi Susanti (2007), klasifikasi ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidae
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypopthalmus
2.1.2 Morfologi
Menurut Susanto dan Amri (2002) dalam Susi Susanti (2007), ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih dan tidak bersisik. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, suatu ukuran ikan yang cukup besar. Warna tubuh patin siam pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan bagian perut yakni berwarna putih keperak-perakan. Kepala patin ini relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas dari golongan ikan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut (kumis) pendek yang berfungsi sebagai alat peraba.
Sirip punggung mempunyai 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari-jari lunak pada sirip ini sebanyak 6-7 buah. Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat kecil. Sirip dubur agak panjang dan mempunyai 30-33 jari-jari lunak. Sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak, sedangkan sirip dada terdapat 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dan bentuknya simetris. Ketika masih kecil, warna berkilauan seperti perak ini sangat cemerlang sehingga banyak orang yang memeliharanya di aquarium sebagai ikan hias. Ketika ukurannya semakin besar, warnanya mulai memudar sehingga kurang menarik untuk dipajangkan di aquarium (Khairuman dan Sudenda, 2008).
Gambar 1. Morfologi ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus)
Menurut Kordi (2005) dalam Susi Susanti (2007), ikan patin siam adalah ikan sungai dan muara-muara sungai serta danau. Ditambahkan oleh Ditjenkan (2001) dalam Iis Nurmawanti (2005), habitat ikan patin di Indonesia adalah di perairan umum seperti di Kalimantan dan Sumatera. Selain itu, menurut Firdausi (2000) dalam Iis Nurmawanti, (2005), Ikan patin siam terdapat di Asia Selatan seperti di Pakistan, Bangladesh, India dan Burma. Ikan patin siam banyak ditemukan pada lingkungan sungai-sungai besar yang dalam, terdapat di daerah dataran rendah terutama perairan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut (pasut). Aliran air di daerah tersebut tidak deras dan pada umumnya keruh karena banyak mengandung lumpur yang terbawa dari bagian hulu sungai.
Menurut Hamid (2008) dalam Laporan Bimbingan Teknis Teknologi Pembenihan Patin (2009), ikan patin siam merupakan ikan introduksi dari Thailand pada tahun 1972. Ikan ini proses domestikasinya mudah dan cepat di perairan Indonesia sehingga budidayanya berkembang dengan pesat. Penyebaran kegiatan budidaya patin siam meliputi pembesaran di kolam, sungai, danau atau waduk buatan di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Untuk budidaya di kolam sudah bisa dilakukan di lahan-lahan marginal yang tidak produktif untuk tanaman seperti lahan gambut dan rawa-rawa. Hal ini karena patin siam mempunyai kelebihan bisa hidup dan berkembang di perairan-perairan ekstrim, yaitu yang memiliki pH dan kandungan oksigen yang sangat rendah.
2.3 Reproduksi
Ikan patin siam betina mencapai dewasa pada umur tiga tahun, sedangkan jantan adalah pada umur dua tahun. Pemijahan di alam berlangsung pada musim penghujan yakni sekitar bulan Oktober sampai November (Arifin, 1991 dalam Iis Nurmawanti, 2005).
Menurut Perangin Angin (2003) dalam Iis Nurmawanti (2005), sistem reproduksi ikan terdiri atas kelamin, gonad, kelenjar hipofisa dan syaraf yang berhubungan dengan perkembangan alat reproduksi. Secara alami sistem kerja reproduksi ikan yakni disebabkan oleh lingkungan perairan, seperti suhu, cahaya dan cuaca yang merangsang hypothalmus sehingga menghasilkan GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone). Selanjutnya, GnRH bekerja merangsang pituitari untuk melepaskan GnH (Gonadotropin Hormone) yang berfungsi dalam perkembangan dan pematangan gonad hingga terjadi pemijahan. Berikut ini adalah mekanisme yang mempengaruhi reproduksi pada ikan menurut Hamid (2009) dalam Laporan Bimbingan Teknis Teknologi Pembenihan Patin (2009) :
2.4 Pembenihan
2.4.1 Persiapan Induk
Induk merupakan faktor penentu agar usaha budidaya pembenihan ikan patin dapat berhasil dengan baik. Calon induk yang akan dipijahkan harus memiliki kualitas genetis yang baik yakni berasal dari induk yang terpilih. Menurut Khairuman (2006), induk ikan patin mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.
Menurut Susanto dan Amri (2005), induk patin yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan di kolam sejak kecil ataupun hasil tangkapan di alam ketika musim pemijahan tiba. Induk yang dipelihara sejak kecil di kolam tentunya sudah beradaptasi dan tidak liar, sementara yang didapatkan dari alam umumnya masih liar dan harus melalui proses adaptasi terlebih dahulu. Oleh karena itu, induk yang diperoleh di alam umumnya mengalami luka-luka karena perlakuan saat penangkapan maupun tingkah lakunya yang masih liar di kolam penampungan. Induk yang ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran di kolam sehingga dapat dipilih induk yang benar-benar berkualitas baik.
2.4.2 Pematangan Gonad
Menurut Hernowo (2001) dalam Nur Rahmi Ainun (2008), mutu induk selain ditentukan oleh sisi genetikanya, juga sangat ditentukan oleh teknik pemeliharaan calon induk tersebut untuk mencapai tingkat kematangan gonad yang sempurna. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam memelihara induk ikan patin, yakni kolam pemeliharaan dan pakan. Kolam pemeliharaan induk sebaiknya memiliki dasar berupa tanah dan memiliki irigasi yang baik. Yang dimaksud dengan irigasi yang baik adalah sumber air terjaga dari pencemaran lingkungan, memiliki saluran pemasukan dan pengeluaran air dan memiliki debit air yang cukup dalam area budidaya. Sumber air yang dianjurkan adalah air sungai dengan debit airnya minimal 0,5 liter/detik dan kedalaman air minimal 100 cm.
Pakan juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan induk ikan patin. Pakan yang diberikan sebaiknya mengandung nutrisi yang lengkap dan seimbang serta cukup jumlahnya. Hal ini sangat penting diperhatikan agar induk ikan patin yang dipelihara terpenuhi kebutuhan nutrisinya sehingga sehat dan mengandung telur dan sperma yang baik dengan jumlah banyak.
2.4.3 Seleksi Induk Matang Gonad
Induk ikan patin yang akan dipijahkan diseleksi terlebih dahulu, yaitu dengan memilih induk-induk betina dan jantan yang telah matang gonad atau siap pijah. Penangkapan induk dilakukan dengan mengurangi volume air kolam sampai mencapai ketinggian 20 cm dari dasar kolam. Penangkapan induk dapat dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terjadinya stres pada induk ikan patin.
Menurut Khairuman dan Sudenda (2008), ciri-ciri induk ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang telah matang gonad antara lain :
Tabel 1. Ciri-ciri induk patin siam yang siap pijah
No | Induk Betina | Induk Jantan |
1 | Perut membesar ke arah anus | Gerakannya lincah dan gesit |
2 | Keluar beberapa butiran telur berbetuk bundar dan berukuran seragam jika bagian di sekitar kloaka ditekan | Keluar cairan sperma berwarna putih susu dan kental jika perut diurut ke arah anus |
3 | Genital membengkak dan berwarna merah tua | Alat kelamin membengkak dan berwarna merah muda |
4 | Perut terasa empuk dan halus saat diraba | Kulit perut lembek dan tipis |
5 | Umur ± 2,5 tahun | Umur minimum 2 tahun |
6 | Berat minimum 3 kg/ekor | Berat minimum 2 kg/ekor |
2.4.4 Pemijahan
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit memijah secara alami jika tidak berada di habitat aslinya. Untuk itu perlu dilakukan pemijahan sistem induced breeding (kawin suntik). Tingkat keberhasilan pemijahan sistem kawin suntik sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad induk ikan patin. Faktor lainnya yang juga cukup berpengaruh adalah kualitas air dan ketersediaan makanan yang berkualitas serta kecermatan dalam penanganan atau pelaksanaan penyuntikan (Khairuman dan Sudenda, 2008). Induced breeding dapat dilakukan dengan menggunakan kelenjar hipofisa ikan lain, seperti ikan Mas (Cyprinus carpio). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan kelenjar hipofisa buatan yang mengandung hormon gonadotropin yang dikenal dengan Ovaprim.
Dewasa ini, pemijahan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) pada umumnya dilakukan dengan menggunakan ovaprim. Penyuntikan ovaprim dilakukan di belakang sirip punggung ikan dengan kemiringan 450. Setelah itu, induk patin siam yang telah disuntik selanjutnya disimpan di dalam waring yang dipasang di dalam bak/kolam dengan air yang mengalir.
Menurut Khairuman dan Sudenda (2002) dalam Nur Rahmi Ainun (2008), ovaprim merupakan kelenjar hipofisa buatan yang mengandung hormon gonadotropin atau disebut juga hormon komersial. Perbandingan antara jantan dan betina yang digunakan dalam pemijahan ini adalah perbandingan ekor 1 : 3. Hal ini sesuai dengan pendapat Slembrouck dkk (2005) dalam Nur Rahmi Ainun (2008) bahwa sebenarnya kuantitas sperma yang dikumpulkan dari 1 induk jantan umumnya cukup untuk membuahi seluruh sel telur yang dikumpulkan dari 1 bahkan 2 ekor induk betina.
Induk dikembalikan ke tempat penampungan sementara, yaitu di dalam bak atau fiber setelah penyuntikan dilakukan. Terhitung 12 jam dari proses penyuntikan, selanjutnya dilakukan stripping (pengurutan) untuk induk betina dan pengeluaran sperma untuk induk jantan. Langkah pertama sebelum melakukan stripping yaitu induk betina diambil dari dalam bak dengan menggunakan kain pengangkut induk, kemudian diletakkan di atas styrofoam dengan keadaan kepalanya ditutupi dengan kain tersebut, lalu induk tersebut dikeringkan dengan handuk kemudian pengurutan mulai dilakukan secara perlahan-lahan ke arah lubang genitalnya dan selanjutnya telur-telur yang keluar dari lubang genitalnya ditampung di sebuah mangkok. Slembourck dkk (2005) dalam Nur Rahmi Ainun (2008), menyatakan bahwa stripping yang mudah akan mencirikan mutu sel telur yang bagus, sedangkan stripping yang sulit biasanya menghasilkan kumpulan sel telur yang kering dan bercampur darah, hal ini dapat menyebabkan derajat penetasannya sangat rendah.
Induk patin dikembalikan di bak selesai stripping. Selanjutnya pengambilan sperma pada induk jantan dilakukan dengan menggunakan spuit secara perlahan-lahan, kemudian sperma yang telah terambil dimasukkan ke dalam sebuah mangkok dan ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9 %). Tujuan pencampuran larutan tersebut adalah untuk mengawetkan serta mengencerkan sperma. Selanjutnya sperma tersebut dicampurkan ke dalam mangkok yang berisi telur kemudian diaduk secara perlahan dengan menggunakan bulu ayam selama ± 1 menit, apabila pengadukan dirasa telah cukup kemudian telur ditebar ke dalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi.
2.4.5 Penetasan Telur
Wadah penetasan telur berupa corong-corong penetasan. Untuk menjamin keberhasilan penetasan, corong penetasan dipersiapkan satu hari sebelum pemijahan. Menurut Khairuman dan Sudenda (2008), adapun langkah-langkah persiapan wadah penetasan telur ikan patin (Pangasius hypopthalmus), sebagai berikut :
1. Semua wadah di unit pembenihan patin, seperti corong penetasan telur, tempat perawatan larva, bak filter air dan bak penampungan air bersih, dicuci bersih dan dikeringkan.
2. Untuk menghindari kontaminasi jamur atau bakteri, corong-corong penetasan telur dapat pula direndam dalam larutan PK (Kalium Permanganat) sebanyak 20 ppm atau dengan Malachite Green sebanyak 5 ppm selama 30 menit.
3. Setelah semua wadah dipersiapkan, langkah selanjutnya adalah memasukkan air bersih ke semua wadah.
Telur-telur ikan patin yang akan ditetaskan dituangkan ke dalam corong penetasan, lalu disebarkan menggunakan bulu ayam. Air pun harus dialirkan dengan cara mengatur debit air dengan menggunakan keran agar telur selalu terangkat di dalam corong tersebut. Karena jika telur menumpuk akan mengakibatkan pembusukan. Telur yang dibuahi akan mengalami perkembangan sedikit demi sedikit dan menetas menjadi larva.
2.5 Pemeliharaan Larva
2.5.1 Perawatan Larva
Larva ikan patin ditampung sementara di tempat penampungan larva. Tempat penampungan larva berupa kain hapa (trilin) yang dipasang di dalam bak penampungan larva. Hal tersebut dimaksudkan guna memudahkan pemanenan larva saat akan dipindahkan ke tempat pemeliharaan. Larva ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang baru berumur satu hari yang terbawa arus air dari corong penetasan, diambil dengan menggunakan scop net halus secara hati-hati. Agar larva patin tidak mengalami stres, kualitas air di tempat penampungan larva dan tempat pemeliharaan, khususnya suhu atau temperatur harus mendekati sama (Khairuman dan Sudenda, 2008).
2.5.2 Pakan dan Pemberian Pakan
Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), baik hewan maupun tumbuhan. Seperti jenis ikan patin lainnya, secara alami patin siam (Pangasius hypopthalmus) memakan ikan-ikan kecil, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, potongan dedaunan, rumput-rumputan, udang-udang kecil dan moluska. Dalam pemeliharaannya, ikan patin dapat memakan pakan buatan berupa pelet (Kordi, 2005 dalam Susi Susanti, 2007).
Menurut Djarijah (2001) dalam Susi Susanti (2007), larva ikan patin belum sanggup memakan makanan dari luar selama masih tersedia cadangan makanan berupa kuning telur yang melekat di bawah perutnya, karena rongga mulut larva baru terbuka menjelang cadangan makanannya terserap habis. Setelah kuning telurnya habis, larva patin yang berumur 4 -5 hari dapat memakan plankton yakni zooplankton yang berukuran kecil seperti Brachionus calicyflorus,Synchaeta sp, Notholca sp, Polyarthra platyptera, Hexarthra mira, Brachionus falcatus, Concchilus sp, Filina sp, Brachionus angularis, dan Kratella guadrata. Sedangkan benih ikan patin yang telah berumur 20 hari hingga menjelang menjadi benih muda dapat memakan plankton yang lebih besar seperti Paramaecium, Artemia, Moina, Daphnia dan Copepoda.
2.5.3 Pengelolaan Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus). Air yang digunakan untuk pembenihan ikan patin siam harus bersih dan jernih serta tidak mengandung kaporit. Hal tersebut dimaksudkan agar telur-telur ikan patin siam yang sedang ditetaskan dapat menetas dengan sempurna. Menurut Kordi (2005), air yang digunakan dalam pembenihan patin harus memenuhi syarat-syarat kualitas air yang baik seperti oksigen, suhu, pH, kecerahan dan sebagainya. Sumber air yang dapat digunakan yakni dapat berasal dari sumur pompa yang biasa digunakan untuk keperluan keluarga ataupun sumur pompa tersendiri yang dibuat terpisah. Selain itu, air hujan juga dapat digunakan untuk mengairi kolam yang terlebih dahulu ditampung di kolam penampungan dan diendapkan (Susi Susanti, 2007). Selanjutnya pergantian air dilakukan 3 hari sekali. Cara pergantian air merupakan cara yang benar-benar dapat menghilangkan kotoran dan dapat memperbaiki kualitas air secara nyata (Nur Rahmi Ainun, 2008).
Menurut Khairuman (2006), Parameter kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin yakni sebagai berikut :
Tabel 2. Parameter kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin
No | Parameter | Batas Toleransi |
1 | Suhu (0C) | 26-31 |
2 | pH (ppm) | 6-8,9 |
3 | Oksigen Terlarut (mg/l) | > 4 |
4 | Salinitas (ppt) | 0-4 |
2.5.4 Pendederan
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) ukuran tertentu dari hasil kegiatan pembenihan sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Ukuran benih ikan patin yang dipelihara biasanya dari ukuran 1 inchi hingga mencapai ukuran 2-3 inchi.
Kolam yang digunakan untuk pendederan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) dapat berupa kolam irigasi teknis yang airnya dapat mengalir sesuai dengan kebutuhan atau kolam yang airnya tenang yang berasal dari air hujan atau sumber air lainnya. Persiapan kolam untuk pendederan ikan patin siam dimulai dengan melakukan pengeringan kolam selama 3-5 hari sampai tanah dasar kolam menjadi retak-retak. Tujuan pengeringan kolam antara lain untuk membunuh bibit-bibit penyakit, memudahkan pengolahan tanah dasar dan pemupukan, memperbaiki kebocoran yang ada, memastikan kemalir tidak mengalami pendangkalan dan memasang saringan di pintu pemasukan dan pengeluaran air.
Setelah kolam diperbaiki, langkah selanjutnya adalah pemupukan tanah dasar kolam. Tujuan pemupukan adalah untuk menumbuhkan makanan alami berupa plankton yang sangat dibutuhkan oleh larva ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang baru ditebar. Jenis-jenis pupuk kandang yang dapat digunakan adalah kotoran hewan, seperti unggas, sapi, kerbau, kuda ataupun kambing.
Pemupukan dilakukan dengan cara menebarkan pupuk secara merata ke seluruh permukaan dasar kolam dengan dosis yang sesuai. Selain penebaran pupuk kadang, pengapuran perlu pula dilakukan untuk memperbaiki pH tanah serta untuk membunuh bibit penyakit maupun hama pangganggu. Secara umum, pH yang cocok berkisar antara 6,7-8,6 ppm. Jika tanah kolam yang akan digunakan bersifat agak asam atau netral, perlu ditambahkan pupuk buatan, yakni pupuk TSP dengan dosis 100-200 kg/ha. Setelah pemupukan selesai, kolam diisi air dengan ketinggian 30 cm kemudian dibiarkan selama 3-4 hari. Tujuannya adalah agar pupuk dapat bereaksi secara sempurna sehingga plankton dapat tumbuh dengan baik. Pengisian air dilakukan secara bertahap hingga mencapai ketinggian 75 cm dari dasar kolam.
Setelah itu, penebaran benih ikan patin dilakukan setelah air kolam stabil. Artinya pengaruh pupuk sudah hilang dan makanan alami berupa plankton sudah tersedia. Jumlah benih yang ditebarkan sebanyak 40 ekor/m2 dengan ukuran benih 1 inchi (Khairuman dan Sudenda, 2008). Agar benih yang ditebarkan tidak mengalami stres, penebaran sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu air masih rendah.
Untuk lebih aman, penebaran benih dilakukan secara aklimatisasi yaitu dengan membiarkan ikan patin keluar dengan sendirinya dari wadah pengangkutan ke dalam kolam pendederan. Proses ini dapat dipercepat dengan cara menambahkan atau mencampurkan sedikit demi sedikit air yang ada di kolam pendederan ke dalam wadah pengangkutan sehingga diharapkan kondisi air di dalam wadah pengangkutan akan sama dengan kondisi air di kolam pendederan.
2.6 Hama dan Penyakit
2.6.1 Hama
Seperti yang telah kita ketahui bahwa serangan hama biasanya tidaklah separah serangan penyakit ikan. Hama biasanya berukuran lebih besar daripada ikan dan bersifat memangsa. Pada usaha budidaya ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus), kemungkinan terjadinya serangan hama lebih banyak dialami pada usaha pendederan atau pembesaran sebab kedua usaha tersebut dilakukan di alam terbuka.
Jenis-jenis hama yang dapat menyerang ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah linsang (sero), biawak, ular liar, kura-kura dan burung. Cara pemberantasan yang paling efektif adalah secara mekanis atau membunuh langsung jika hama tersebut ditemukan di lokasi budidaya. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memasang perangkap, terutama bagi hama-hama tertentu atau dengan memasang umpan yang telah diberi racun. Pencegahan yang paling aman adalah dengan membersihkan areal perkolaman dari rumput atau semak yang dapat menjadi sarang hama. Selain itu, melokalisir seluruh areal perkolaman dengan pagar tembok atau beton sehingga hama tidak dapat masuk ke lokasi budidaya ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus).
2.6.2 Penyakit
Menurut Khairuman dan Sudenda (2008), secara umum penyakit yang menyerang ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) digolongkan ke dalam dua golongan, yakni penyakit non infeksi yaitu penyakit yang timbul bukan karena faktor patogen dan sifatnya tidak menular. Sedangkan penyakit infeksi adalah penyakit yang timbul karena gangguan suatu fungsi yang disebabkan oleh organisme patogen.
1. Penyakit non infeksi
Keracunan dan kekurangan gizi adalah salah satu contoh penyakit non infeksi yang dapat ditemukan pada budidaya ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus). Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ikan patin siam mengalami keracunan, yaitu pemberian pakan yang kualitasnya kurang baik atau terjadinya pencemaran air pada media budidaya akibat tumpukan bahan organik yang berlebihan dan tidak dapat ditoleransi oleh ikan patin siam. Sedangkan kekurangan gizi pada umumnya dapat disebabkan oleh pemberian pakan tambahan yang kurang bermutu.
Tanda-tanda ikan patin siam yang mengalami keracunan dapat dilihat dari tingkah lakunya yang berenang megap-megap di permukaan air. Sedangkan penyakit akibat kekurangan gizi dapat dilihat dari bentuk tubuhnya yang kurus, kepala relatif besar dan gerakannya kurang lincah. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan jika ikan patin siam mengalami keracunan adalah dengan memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan kondisi lingkungan budidaya tetap dalam keadaan normal. Sementara itu, guna mencegah terjadinya kekurangan gizi pada ikan patin siam, maka pakan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang cukup dan memiliki kandungan protein yang tinggi serta dilengkapi dengan kandungan vitamin dan mineral.
2. Penyakit infeksi
a. Parasit
Penyakit ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) akibat serangan organisme parasiter adalah penyakit bintik putih (white spot). Penyakit ini terjadi akibat infeksi Ichthyoptirius multifiliis yang tergolong ke dalam hewan parasit. Pada umumnya penyakit ini menyerang ikan patin siam yang masih berukuran benih yakni berumur antara 1-6 minggu (Khairuman dan Sudenda, 2008).
Parasit ini sering dijumpai hidup berkoloni di lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang. Karena warnanya putih, maka penyakit ini sering disebut bintik putih. Gejala serangannya dapat dicirikan dengan adanya bintik-bintik putih di bagian tubuh tertentu dan ikan berenang tidak normal. Untuk menanggulangi infeksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan formalin yang mengandung Malachite Green Oxalat (MGO) sebanyak 4 gram/liter air. Pencegahan pada ikan patin siam yang berukuran besar dapat dilakukan dengan perendaman selama 24 jam dalam larutan MGO dengan dosis 10 ml/m3 air yang dilakukan seminggu sekali.
b. Bakteri
Penyakit bakteri yang dapat menyerang ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah Aeromonas sp dan Pseudomonas sp. Bakteri ini menyerang bagian perut, dada dan pangkal sirip yang disertai dengan pendarahan. Jika terserang, lendir di tubuh ikan akan berkurang serta tubuh terasa kasar saat diraba. Jika ikan patin siam yang telah terserang cukup parah, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan memusnahkan ikan tersebut agar tidak menulari ikan-ikan lainnya.
Sedangkan jika penyakit ikan tersebut belum parah, maka dapat dilakukan pengobatan dengan cara perendaman dalam larutan PK (Kalium Permanganat) dengan dosis 10-20 ppm selama 30-60 menit. Selain itu, cara pengobatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan merendam ikan dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-10 ppm selama 12-24 ataupun dalam larutan Oxitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain dengan cara perendaman, pengobatan dapat pula dilakukan dengan cara mencampurkan obat-obatan di dalam makanan (pakan) ikan setiap kali konsumsi. Adapun obat-obatan yang dapat digunakan adalah Chloromycetin sebanyak 1-2 gram/kg makanan ikan.
c. Jamur
Selain parasit dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan, jamur juga merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat mengganggu kesehatan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus). Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka yang terdapat pada tubuh ikan. Penyebab luka tersebut kemungkinan terjadi karena penanganan yang kurang baik saat pemanenan dan pengangkutan. Jamur yang biasa menyerang ikan patin siam adalah dari golongan Achlya sp dan Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang terserang penyakit jamur adalah adanya luka di bagian tubuh, terutama pada tutup insang, sirip dan bagian punggung. Bagian-bagian tersebut ditumbuhi jamur berupa benang-benang halus seperti kapas berwarna putih hingga kecokelatan.
Pencegahan penyakit akibat jamur dapat dilakukan dengan menjaga kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan serta menjaga kondisi tubuh ikan tersebut agar tidak mengalami luka pada bagian tubuh. Jika ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) telah terserang penyakit akibat serangan jamur maka dapat dilakukan perendaman di dalam larutan Malachite Green Oxalat (MGO) dengan dosis 2-3 gram/m3 air selama 30 menit. Agar ikan patin siam tersebut benar-benar sembuh, maka pengobatan dapat diulangi sampai tiga hari berturut-turut.
2.7 Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah ikan patin mencapai ukuran tertentu, biasanya setelah dipelihara selama satu bulan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat suhu air masih rendah guna menghindari ikan patin mengalami stres. Pemanenan dilakukan dengan mengeringkan kolam secara perlahan-lahan, yaitu dengan menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pembuangan atau pengeluaran yang terletak di dasar kolam. Agar ikan patin tidak ada yang lolos, sebaiknya di pintu pengeluaran air dipasang saringan.
Setelah tanah dasar kolam kering dan airnya hanya ada di kemalir, ikan patin digiring dari arah pemasukan air sampai berkumpul di pintu pengeluaran. Selanjutnya, ikan ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang tidak merusak atau yang dapat menyebabkan ikan luka-luka. Alat yang umumnya digunakan adalah scop net (serokan). Setelah itu, ikan patin ditampung sementara dengan air yang mengalir menggunakan jaring atau hapa.
III. BAHAN DAN METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan mulai dari tanggal 02 Agustus – 02 September 2010 di Balai Budidaya Air Tawar Jambi (BBATJ), Desa Sungai Gelam, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Tabel 3. Alat yang digunakan dalam kegiatan PKL
No | Alat | Kegunaan |
1 | Timbangan ohaus | Menimbang induk dan telur |
2 | Alat suntik | Menyuntik ovaprim pada induk betina |
3 | Handuk | Mengeringkan air pada induk sebelum stripping |
4 | Bulu ayam | Mengadu sperma dan telur |
5 | Kateter | Mengambil sampel telur induk matang gonad |
6 | Baskom Kecil | Menampung telur dan sperma |
7 | Baskom besar | Membuat suspensi tanah merah |
8 | Fiber Pembiusan | Media pembiusan induk |
9 | Hapa | Penampungan larva sementara |
10 | Corong penetasan artemia | Wadah penetasan artemia |
11 | Serok induk | Menangkap induk |
12 | Tas pengangkut induk | Mengangkut induk matang gonad |
13 | Corong penetasan telur | Media penetasan telur |
14 | Fiber glass 1000 liter | Media pemeliharaan larva |
15 | Fiber glass 100 liter | Menampung larva saat panen dan membuat larutan NaCl |
16 | Serok kecil | Memanen larva dan menyaring suspensi tanah merah serta pembilasan telur |
17 | Blower | Sumber oksigen terlarut |
18 | Timbangan analitik | Menimbang berat larva/benih |
19 | Profile projector | Mengukur panjang larva/benih |
20 | Mikroskop | Mengamati perkembangan telur dan larva |
21 | pH meter | Mengukur derajat keasaman di dalam air |
22 | DO meter | Mengukur oksigen terlarut dan temperatur di dalam air |
23 | Sechidisk | Mengukur kecerahan air |
24 | Selang sipon | Membuang kotoran dari dalam wadah pemeliharaan larva |
25 | Aerasi | Menambah kadar DO di dalam air |
26 | Gelas ukur | Media sampling perhitungan larva, pemberian artemia serta penebaran telur pada corong penetasan telur |
27 | Petridisk | Media pengamatan telur |
28 | Sendok | Menghitung larva |
29 | Kamera | Dokumentasi |
30 | Buku dan alat Tulis | Mencatat data primer dan sekunder |
31 | Tissu | Mengeringkan air di sekitar kelamin induk sebelum melakukan stripping |
3.2.2 Bahan
Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam kegiatan PKL
No | Bahan | Kegunaan |
1 | Induk Betina | Menghasilkan telur |
2 | Induk Jantan | Menghasilkan sperma |
3 | Ovaprim | Merangsang ovulasi |
4 | NaCl | Mengencerkan sperma |
5 | Suspensi tanah merah | Menghilangkan daya rekat telur |
6 | Benzocain | Obat bius |
7 | Artemia | Pakan larva |
8 | Garam | Larutan NaCl untuk kultur artemia |
9 | Air Tawar | Media hidup ikan patin siam |
3.3 Metodologi
3.3.1 Metode Pengumpulan Data
Metode Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang digunakan adalah metode survei dan observasi, yaitu peninjauan dan melaksanakan kerja secara langsung di lapangan, wawancara kepada Pembimbing Lapangan dan Karyawan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi serta melakukan studi pustaka di perpustakaan BBAT Jambi.
Pengumpulan data tentang teknik pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang dilaksanakan meliputi :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak BBAT Jambi melalui wawancara dan ikut serta dalam kegiatan di lapangan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi yang terkait serta studi literatur yang berhubungan dengan praktek kerja lapangan yang dilaksanakan.
3.3.2 Metode Analisa Data
Data yang diperoleh dalam Praktek Kerja Lapangan ini, baik berupa data primer maupun data sekunder di bahas secara deskriptif komperatif yaitu dengan menggambarkan dan menguraikan tentang teknik pembenihan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi serta menjelaskan semua data yang diperoleh selama mengikuti kegiatan praktek dengan membandingkan data dari hasil praktek dan materi atau literatur yang ada.
3.3.3 Hasil
Hasil yang diperoleh dalam Praktek Kerja Lapangan ini merupakan akumulasi data-data primer dan sekunder yang akan dibuat dalam bentuk tabel dan grafik serta gambaran-gambaran tentang teknik pembenihan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang meliputi beberapa kegiatan seperti pemeliharaan induk, seleksi induk matang gonad, pemijahan, penanganan telur, pemeliharaan larva, manajemen kualitas air dan pemberian pakan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Balai Budidaya Air Tawar Jambi
4.1.1 Letak Geografis
Balai Budidaya Air Tawar Jambi berlokasi di Desa Sungai Gelam, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi ± 30 km ke arah Timur dari Kota Jambi. Balai Budidaya Air Tawar Jambi merupakan Daerah Tingkat I yang terletak membujur dari Pantai Timur ke arah Barat pertengahan Pulau Sumatera yaitu 0045’-2045’ Lintang Selatan dan antara 1010-104055’ Bujur Timur.
Luas areal Balai Budidaya Air Tawar Jambi adalah 20 ha yang terdiri dari 4,8 ha areal perkolaman, 3,35 ha waduk/reservoar, dan 11,85 ha daratan yang sebagian besar dipergunakan untuk perkantoran, asrama pelatihan, mess pegawai serta sarana penunjang lainnya. Sumber air perkolaman berasal dari resapan air disekitar Balai Budidaya Air Tawar Jambi yang ditampung dalam tiga buah waduk.
4.1.2 Sejarah Berdirinya Balai Budidaya Air Tawar Jambi
Untuk menunjang pelaksanaan program pembangunan dan peningkatan produksi perikanan di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 346/kpst/OT.210/5/94 tanggal 6 Mei 1994, maka dibentuklah Loka Budidaya Air Tawar Jambi yang berstatus Eselon IV, dengan wilayah kerja meliputi Indonesia Barat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Eksploitasi Laut dan Perikanan Nomor : 66 tahun 2000 tanggal 31 Juli 2000 terjadi perubahan struktur organisasi Loka Budidaya Air Tawar Jambi. Sesuai perkembangannya, pada tanggal 1 Mei 2000 Loka Budidaya Air Tawar Jambi berubah menjadi Balai Budidaya Air Tawar Jambi yang berstatus eselon III, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.26-E/MEN/2001.
Balai Budidaya Air Tawar Jambi merupakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang Budidaya Air Tawar yang berada di bawah tanggung jawab Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, dengan wilayah kerja meliputi Pulau Sumatera dan Kalimantan.
4.2 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja
4.2.1 Struktur Organisasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 26-E/MEN/2001 tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Budidaya Air Tawar, struktur organisasi BBAT Jambi terdiri dari :
1. Kepala Balai.
Kepala Balai bertanggung jawab secara langsung kepada Direktorat Jenderal Perikanan dan Kelautan yang membawahi beberapa seksi.
2. Sub Bagian Tata Usaha.
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan kepegawaian, persuratan, perlengkapan dan rumah tangga.
3. Seksi Standarisasi dan Informasi.
Seksi Standarisasi dan Informasi mempunyai tugas menyiapkan bahan standar teknik dan pengawasan serta pembenihan pembudidayaan ikan air tawar, pengendalian hama dan penyakit ikan, lingkungan, sumberdaya induk dan benih serta pengelolaan jaringan dan perpustakaan.
4. Seksi Pelayanan Teknik.
Seksi Pelayanan Teknik mempunyai tugas pelayanan teknik kegiatan pengembangan, penerapan serta pengawasan teknik pembenihan dan pembudidayaan air tawar.
5. Kelompok Jabatan Fungsional.
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perekayasaan, pengujian, penerapan bimbingan, penerapan standar/spesifikasi pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar, pengendalian hama dan penyakit ikan, pengawasan benih/budidaya dan penyuluhan serta kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada kelompok fungsional ini dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu : Kelompok Breeding dan Genetic, Kelompok Grow Out dan Culture System serta Kelompok Nutrisi, Kesehatan Ikan dan Lingkungan.
4.2.2 Tenaga Kerja
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, BBAT Jambi memiliki tenaga kerja yang menangani teknis, administrasi dan tenaga pendukung. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Balai Budidaya Air Tawar Jambi mengirimkan pegawai untuk mengikuti diklat/kursus-kursus yang dilaksanakan oleh instansi terkait guna mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi balai. Berikut ini perkembangan jumlah pegawai BBAT Jambi T.A 2005-2010
Tabel 5. Perkembangan jumlah pegawai BBAT Jambi T.A 2005-2010
Tahun Anggaran | PNS (orang) | CPNS (orang) | Honorer/Kontrak (orang) | Jumlah (orang) |
2005 | 48 | 11 | 10 | 69 |
2006 | 58 | 7 | 4 | 62 |
2007 | 62 | 6 | 9 | 77 |
2008 | 64 | 9 | 15 | 88 |
2009 | 71 | 5 | 15 | 91 |
2010 | 75 | 3 | 16 | 94 |
Sumber : BBATJ, 2010
4.3 Fasilitas
Fasilitas yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Jambi terdiri dari sarana pokok dan sarana penunjang. Adapun sarana pokok berfungsi untuk kegiatan yang bersifat mendukung kegiatan operasional, sedangkan sarana pendukung merupakan sarana yang bersifat mendukung kegiatan operasional pembudidayaan. Adapun sarana pendukung yang dimiliki oleh Balai Budidaya Air Tawar Jambi, yaitu :
1. Hatchery.
Hatchery di Balai Budidaya Air Tawar Jambi terdiri atas Hatchery 1 (Patin Siam, Jambal), Hatchery 2 (Nila dan Udang Galah), Hatchery 3 (Baung, Patin Siam) dan Hatchery Ikan Hias.
2. Perkolaman.
Perkolaman digunakan untuk kegiatan pendederan, pembesaran, pemeliharaan induk serta untuk kegiatan perekayasaan. Kolam yang terdapat di BBAT Jambi terdiri dari kolam 600 m2 (10 buah), kolam pendederan 500 m2 (19 buah) dan ukuran 250 m2 (16 buah), kolam pembesaran 1500 m2 (15 buah), kolam induk ikan hias 50 m2 (4 buah), dan keramba jaring apung sebanyak 54 unit.
3. Laboratorium.
Laboratorium terdiri dari Laboratorium Nutrisi, Kualitas Air, Kesehatan Ikan dan Green House. Semua laboratorium tersebut dipergunakan untuk kegiatan analisa air, pakan dan penyakit ikan.
4. Jaringan Listrik.
Kapasitas terpasang jaringan listrik yang ada di BBAT Jambi sebesar 60 KVA berasal dari PLN Rayon Kota Baru Jambi. Untuk menanggulangi terjadinya gangguan pemadaman listrik dari PLN maka disiapkan juga Generator Set (Genset) sebanyak 3 unit dengan kapasitas masing-masing 60 KVA dan 30 KVA.
5. Gedung dan Sarana Lainnya.
Terdiri atas gedung perkantoran 240 m2, aula 170 m2, kantor kelompok jabatan fungsional 120 m2, perpustakaan 100 m2, laboratorium uji 100 m2, asrama 4 unit (@ 90 m2), mess operator tipe 21 (7 unit), tipe 45 (13 unit), tipe 70 (5 unit), tipe 36 (6 unit) dan bangunan gudang.
6. Sarana Transportasi.
Untuk menunjang kelancaran kegiatan, BBAT Jambi ditunjang oleh beberapa kendaraan operasional antara lain : Kendaraan Roda enam/truk (1 buah), Kijang Minibus (5 buah), Kijang Pick Up (1 buah), Izuzu ELF Minibus (1 buah), kendaraan roda tiga (1 buah), dan kendaraan roda dua (3 buah), semua kendaraan tersebut masih dalam kondisi layak pakai.
4.4 Kegiatan
Kegiatan operasional BBAT Jambi merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi balai yang meliputi :
1. Pembenihan dan Produksi Induk.
Sebagai kelanjutan kegiatan perekayasaan pembenihan, dilakukan kegiatan perumusan dan pengujian penerapan standar pembenihan yang meliputi standar induk, proses produksi benih dan induk. Induk yang telah diproduksi adalah Patin Siam, Nila, Mas, dan Patin Jambal.
2. Domistikasi Ikan-Ikan Perairan Umum.
Dalam rangka pelestarian plasma nutfa perikanan, BBAT Jambi telah melakukan kegiatan domistikasi ikan-ikan perairan umum yang sudah mulai terancam kelestariannya, seperti Belida, Arwana, Semah dan lain-lain.
3. Pengelolaan Perairan Umum.
Kegiatan restocking spesies ikan asli ke perairan umum dilakukan dalam rangka meningkatkan populasi ikan di alam dan meningkatkan hasil tangkapan dari nelayan. Jenis ikan yang dikelola dalam kegiatan ini adalah Betok, Tambakan, Baung dan Patin Jambal.
4. Pengembangan Pakan.
BBAT Jambi melakukan pengembangan pakan yang terdiri dari formulasi pakan larva ikan patin dan formulasi pakan larva ikan-ikan lainnya
5. Budidaya Pembesaran.
Kegiatan budidaya pembesaran yang dilakukan di BBAT Jambi terdiri dari budidaya ikan di kolam dan budidaya ikan di keramba Jaring Apung.
6. Pelayanan Jasa.
Secara umum pelayanan jasa yang diberikan oleh BBAT Jambi berupa jasa konsultasi dan bimbingan ahli teknologi untuk membantu para petani dan masyarakat. Layanan konsultasi ini difokuskan pada perbaikan teknologi pembenihan maupun pembesaran ikan serta lingkungan (pemantauan kualitas air dan pengendalian hama serta penyakit ikan). Bentuk pelayanan yang diberikan yaitu diseminasi dan pelatihan budidaya air tawar, bimbingan praktek magang, pelatihan bagi petani dan praktek kerja lapangan, penelitian bagi siswa/mahasiswa dan kunjungan ke lokasi petani.
7. Pelayanan Teknologi.
Paket teknologi ini berupa panduan lengkap dari hasil kegiatan perekayasaan yang telah dicapai. Paket teknologi ini dikemas dalam petunjuk teknis, brosur dan leaflet. Selain itu juga dalam bentuk Prototype paket teknologi, seperti bak biofilter system resirkulasi yang sudah digunakan oleh petani di desa Tangkit, Provinsi Jambi untuk pendederan benih Ikan Patin Siam
4.5 Komoditas Yang Dikembangkan
BBAT Jambi sebagai salah satu UPT (Unit Pelayanan Teknis) Departemen Kelautan dan Perikanan telah mempelopori keberhasilan pembenihan Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal) dan Ikan Hias Air Tawar (Botia macrachantus) yang bernilai ekonomis tinggi. Untuk Ikan Patin Jambal saat ini sudah dapat diproduksi pada skala massal sedangkan Ikan Botia masih dalam skala laboratorium. Komoditas yang dikembangkan di BBAT Jambi adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Komoditas yang dikembangkan di BBAT Jambi.
Spesies Asli Sumatera | Spesies Introduksi |
Jelawat (Leptobarbus hoevenii) | Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) |
Arwana (Scleropages formosus) | Kodok Lembu (Rana catesbiana) |
Betok (Anabas testudineus) | Nila (Oreochromis niloticus) |
Lele Sangkuriang (Clarias sp) | Mas Majalaya (Ciprinus carpio) |
Tambakan (Helostoma temmincki) | Grass Carp (Ctenopharygodon edellus) |
Patin Jambal (Pangasius djambal) | |
Belida (Notopterus sp) | |
Ringo (Thynnichtys thynnoides) | |
Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) | |
Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) | |
Betutu (Oxyeleotris marmorata) |
Sumber : BBATJ
4.6 Manajemen Induk Patin Siam (Pangasius hypopthalmus)
4.6.1 Manajemen Pemeliharaan Induk
Manajemen pemeliharaan induk memegang peranan sangat penting dalam kegiatan pembenihan ikan. Induk yang baik adalah modal dasar untuk mencapai keberhasilan dalam memproduksi benih. Metode penyuntikan, pemberian hormon atau penanganan induk yang baik sewaktu kegiatan pemijahan akan menjadi sia-sia jika induk yang digunakan adalah induk yang tidak baik. Beberapa kegiatan pemeliharaan induk yang dilakukan adalah pemberian pakan, manajemen kualitas air dan melakukan sampling secara berkala untuk mengetahui tingkat pertumbuhan induk dan kematangan gonad. Selain itu, untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut di dalam air maka sebaiknya dipasang aerasi dari blower.
Induk ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang ada di BBAT Jambi berasal dari pemeliharaan mulai dari benih sampai dewasa. Induk patin tersebut dipelihara di kolam pemeliharaan induk berukuran 20 m x 30 m x 1,5 m yang berdinding beton dengan dasar kolam berupa tanah. Induk patin siam yang dipelihara memiliki berat rata-rata antara 4,5 – 6 kg dengan umur ± 4 tahun. Induk jantan dan induk betina dipelihara secara bersama-sama di dalam satu kolam pemeliharaan induk dengan padat penebaran yakni 1 ekor/m2 dengan perbandingan 1 : 1. Pemeliharaan induk di kolam ini bertujuan untuk pematangan gonad.
4.6.2 Manajemen Pemberian Pakan
Frekuensi pemberian pakan pada induk ikan patin siam adalah dua kali dalam sehari yakni pada pagi hari pukul 07.00 wib dan sore hari pukul 16.00 wib. Pakan diberikan secara perlahan-lahan berdasarkan dosis dengan harapan tidak ada pakan yang berlebihan dan akhirnya mengendap di dasar kolam pemeliharaan, guna mengantisipasi turunnya kualitas air di dalam kolam. Pakan yang digunakan untuk induk ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah pakan buatan berupa pelet komersil dengan kadar protein 30 %. Kadar protein ini sesuai dengan pernyataan Yulfiperius (2001) dalam Iis Nurmawanti (2005), bahwa protein merupakan komponen dominan kuning telur, sedangkan jumlah dan komposisi telur menentukan besar kecilnya ukuran telur dan ukuran telur tersebut merupakan indikator kualitas telur yang dihasilkan oleh induk betina patin siam (Pangasius hypopthalmus).
pkl ke jambi ya bg?
BalasHapusada data ikan gurami ngk bg????
lain kali sama dapusnya dong :D
BalasHapus